Majapahit

Surya Majapahit*
Peta wilayah kekuasaan Majapahit berdasarkan Nagarakertagama; keakuratan wilayah kekuasaan Majapahit menurut penggambaran orang Jawa masih diperdebatkan.[1]
Majapahit adalah sebuah
kerajaan yang berpusat di
Jawa Timur,
Indonesia, yang pernah berdiri dari sekitar tahun
1293 hingga
1500 M. Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya menjadi
kemaharajaan raya yang menguasai wilayah yang luas di
Nusantara pada masa kekuasaan
Hayam Wuruk, yang berkuasa dari tahun
1350 hingga
1389.
Kerajaan Majapahit adalah kerajaan
Hindu-
Buddha terakhir yang menguasai Nusantara dan dianggap sebagai salah satu dari negara terbesar dalam
sejarah Indonesia.
[2] Kekuasaannya terbentang di
Jawa,
Sumatra,
Semenanjung Malaya,
Kalimantan, hingga Indonesia timur, meskipun wilayah kekuasaannya masih diperdebatkan.
[3]
Historiografi
Hanya terdapat sedikit bukti fisik sisa-sisa Majapahit,
[4] dan sejarahnya tidak jelas.
[5] Sumber utama yang digunakan oleh para sejarawan adalah
Pararaton ('Kitab Raja-raja') dalam
bahasa Kawi dan
Nagarakretagama[6] dalam
bahasa Jawa Kuno.
[7] Pararaton terutama menceritakan
Ken Arok (pendiri
Kerajaan Singhasari) namun juga memuat beberapa bagian pendek mengenai terbentuknya Majapahit. Sementara itu,
Nagarakertagama merupakan puisi
Jawa Kuno yang ditulis pada masa keemasan Majapahit di bawah pemerintahan
Hayam Wuruk. Setelah masa itu, hal yang terjadi tidaklah jelas.
[8] Selain itu, terdapat beberapa
prasasti dalam bahasa Jawa Kuno maupun catatan sejarah dari
Tiongkok dan negara-negara lain.
[8]
Keakuratan semua naskah berbahasa Jawa tersebut dipertentangkan.
Tidak dapat disangkal bahwa sumber-sumber itu memuat unsur non-historis
dan mitos. Beberapa sarjana seperti C.C. Berg menganggap semua naskah
tersebut bukan catatan masa lalu, tetapi memiliki arti supernatural
dalam hal dapat mengetahui masa depan.
[9]
Namun demikian, banyak pula sarjana yang beranggapan bahwa garis besar
sumber-sumber tersebut dapat diterima karena sejalan dengan catatan
sejarah dari Tiongkok, khususnya daftar penguasa dan keadaan kerajaan
yang tampak cukup pasti.
[5]
Sejarah
Berdirinya Majapahit
Sebelum berdirinya Majapahit,
Singhasari telah menjadi kerajaan paling kuat di Jawa. Hal ini menjadi perhatian
Kubilai Khan, penguasa
Dinasti Yuan di
Tiongkok. Ia mengirim utusan yang bernama
Meng Chi[10] ke Singhasari yang menuntut
upeti.
Kertanagara,
penguasa kerajaan Singhasari yang terakhir menolak untuk membayar upeti
dan mempermalukan utusan tersebut dengan merusak wajahnya dan memotong
telinganya.
[10][11] Kublai Khan marah dan lalu memberangkatkan ekspedisi besar ke Jawa tahun
1293.
Ketika itu,
Jayakatwang, adipati
Kediri, sudah menggulingkan dan membunuh Kertanegara. Atas saran
Aria Wiraraja, Jayakatwang memberikan pengampunan kepada
Raden Wijaya, menantu Kertanegara, yang datang menyerahkan diri. Kemudian, Wiraraja mengirim utusan ke
Daha, yang membawa surat berisi pernyataan, Raden Wijaya menyerah dan ingin mengabdi kepada Jayakatwang.
[12] Jawaban dari surat diatas disambut dengan senang hati.
[12] Raden Wijaya kemudian diberi hutan
Tarik. Ia membuka hutan itu dan membangun desa baru. Desa itu dinamai
Majapahit, yang namanya diambil dari buah
maja, dan rasa "pahit" dari buah tersebut. Ketika pasukan
Mongol
tiba, Wijaya bersekutu dengan pasukan Mongol untuk bertempur melawan
Jayakatwang. Setelah berhasil menjatuhkan Jayakatwang, Raden Wijaya
berbalik menyerang sekutu Mongolnya sehingga memaksa mereka menarik
pulang kembali pasukannya secara kalang-kabut karena mereka berada di
negeri asing.
[13][14] Saat itu juga merupakan kesempatan terakhir mereka untuk menangkap angin
muson agar dapat pulang, atau mereka terpaksa harus menunggu enam bulan lagi di pulau yang asing.
Tanggal pasti yang digunakan sebagai tanggal kelahiran kerajaan
Majapahit adalah hari penobatan Raden Wijaya sebagai raja, yaitu tanggal
15 bulan Kartika tahun 1215 saka yang bertepatan dengan tanggal
10 November 1293. Ia dinobatkan dengan nama resmi
Kertarajasa Jayawardhana. Kerajaan ini menghadapi masalah. Beberapa orang terpercaya Kertarajasa, termasuk
Ranggalawe,
Sora, dan
Nambi
memberontak melawannya, meskipun pemberontakan tersebut tidak berhasil.
Pemberontakan Ranggalawe ini didukung oleh Panji Mahajaya, Ra Arya
Sidi, Ra Jaran Waha, Ra Lintang, Ra Tosan, Ra Gelatik, dan Ra Tati.
Semua ini tersebut disebutkan dalam Pararaton.
[15] Slamet Muljana menduga bahwa mahapatih
Halayudha
lah yang melakukan konspirasi untuk menjatuhkan semua orang tepercaya
raja, agar ia dapat mencapai posisi tertinggi dalam pemerintahan. Namun
setelah kematian pemberontak terakhir (
Kuti), Halayudha ditangkap dan dipenjara, dan lalu dihukum mati.
[14] Wijaya meninggal dunia pada tahun 1309.
Putra dan penerus Wijaya adalah
Jayanegara.
Pararaton menyebutnya
Kala Gemet, yang berarti "penjahat lemah". Kira-kira pada suatu waktu dalam kurun pemerintahan Jayanegara, seorang pendeta
Italia,
Odorico da Pordenone mengunjungi keraton Majapahit di
Jawa.
Pada tahun 1328, Jayanegara dibunuh oleh tabibnya, Tanca. Ibu tirinya
yaitu Gayatri Rajapatni seharusnya menggantikannya, akan tetapi
Rajapatni memilih mengundurkan diri dari istana dan menjadi
bhiksuni. Rajapatni menunjuk anak perempuannya
Tribhuwana Wijayatunggadewi untuk menjadi ratu Majapahit. Pada tahun 1336, Tribhuwana menunjuk
Gajah Mada sebagai Mahapatih, pada saat pelantikannya Gajah Mada mengucapkan
Sumpah Palapa
yang menunjukkan rencananya untuk melebarkan kekuasaan Majapahit dan
membangun sebuah kemaharajaan. Selama kekuasaan Tribhuwana, kerajaan
Majapahit berkembang menjadi lebih besar dan terkenal di kepulauan
Nusantara. Tribhuwana berkuasa di Majapahit sampai kematian ibunya pada
tahun 1350. Ia diteruskan oleh putranya,
Hayam Wuruk.
Kejayaan Majapahit
Bidadari Majapahit yang anggun, arca cetakan
emasapsara
(bidadari surgawi) gaya khas Majapahit menggambarkan dengan sempurna
zaman kerajaan Majapahit sebagai "zaman keemasan"
nusantara.
Terakota wajah yang dipercaya sebagai potret Gajah Mada.
Hayam Wuruk, juga disebut Rajasanagara, memerintah Majapahit dari tahun
1350 hingga
1389. Pada masanya Majapahit mencapai puncak kejayaannya dengan bantuan mahapatihnya,
Gajah Mada. Di bawah perintah Gajah Mada (1313-1364), Majapahit menguasai lebih banyak wilayah.
Menurut
Kakawin Nagarakretagama pupuh XIII-XV,
daerah kekuasaan Majapahit meliputi
Sumatra,
semenanjung Malaya,
Kalimantan,
Sulawesi, kepulauan
Nusa Tenggara,
Maluku,
Papua, Tumasik (
Singapura) dan sebagian kepulauan
Filipina[16]. Sumber ini menunjukkan batas terluas sekaligus puncak kejayaan Kemaharajaan Majapahit.
Namun demikian, batasan alam dan ekonomi menunjukkan bahwa
daerah-daerah kekuasaan tersebut tampaknya tidaklah berada di bawah
kekuasaan terpusat Majapahit, tetapi terhubungkan satu sama lain oleh
perdagangan yang mungkin berupa monopoli oleh raja
[17]. Majapahit juga memiliki hubungan dengan
Campa,
Kamboja,
Siam,
Birma bagian selatan, dan
Vietnam, dan bahkan mengirim duta-dutanya ke
Tiongkok.
[17][2]
Selain melancarkan serangan dan ekspedisi militer, Majapahit juga
menempuh jalan diplomasi dan menjalin persekutuan. Kemungkinan karena
didorong alasan politik, Hayam Wuruk berhasrat mempersunting
Citraresmi (Pitaloka), putri
Kerajaan Sunda sebagai
permaisurinya.
[18]
Pihak Sunda menganggap lamaran ini sebagai perjanjian persekutuan. Pada
1357 rombongan raja Sunda beserta keluarga dan pengawalnya bertolak ke
Majapahit mengantarkan sang putri untuk dinikahkan dengan Hayam Wuruk.
Akan tetapi
Gajah Mada
melihat hal ini sebagai peluang untuk memaksa kerajaan Sunda takluk di
bawah Majapahit. Pertarungan antara keluarga kerajaan Sunda dengan
tentara Majapahit di lapangan Bubat tidak terelakkan. Meski dengan gagah
berani memberikan perlawanan, keluarga kerajaan Sunda kewalahan dan
akhirnya dikalahkan. Hampir seluruh rombongan keluarga kerajaan Sunda
dapat dibinasakan secara kejam.
[19] Tradisi menyebutkan bahwa sang putri yang kecewa, dengan hati remuk redam melakukan "bela pati",
bunuh diri untuk membela kehormatan negaranya.
[20] Kisah Pasunda Bubat menjadi tema utama dalam naskah
Kidung Sunda yang disusun pada zaman kemudian di Bali. Kisah ini disinggung dalam
Pararaton tetapi sama sekali tidak disebutkan dalam Nagarakretagama.
Kakawin Nagarakretagama yang disusun pada tahun 1365 menyebutkan budaya
keraton
yang adiluhung, anggun, dan canggih, dengan cita rasa seni dan sastra
yang halus dan tinggi, serta sistem ritual keagamaan yang rumit. Sang
pujangga menggambarkan Majapahit sebagai pusat
mandala raksasa yang membentang dari
Sumatera ke
Papua, mencakup
Semenanjung Malaya dan
Maluku.
Tradisi lokal di berbagai daerah di Nusantara masih mencatat kisah
legenda mengenai kekuasaan Majapahit. Administrasi pemerintahan langsung
oleh kerajaan Majapahit hanya mencakup wilayah
Jawa Timur dan
Bali,
di luar daerah itu hanya semacam pemerintahan otonomi luas, pembayaran
upeti berkala, dan pengakuan kedaulatan Majapahit atas mereka. Akan
tetapi segala pemberontakan atau tantangan bagi ketuanan Majapahit atas
daerah itu dapat mengundang reaksi keras.
[21]
Pada tahun 1377, beberapa tahun setelah kematian Gajah Mada,
Majapahit melancarkan serangan laut untuk menumpas pemberontakan di
Palembang.
[2]
Meskipun penguasa Majapahit memperluas kekuasaannya pada berbagai
pulau dan kadang-kadang menyerang kerajaan tetangga, perhatian utama
Majapahit nampaknya adalah mendapatkan porsi terbesar dan mengendalikan
perdagangan di kepulauan Nusantara. Pada saat inilah pedagang
muslim dan penyebar agama Islam mulai memasuki kawasan ini.
Jatuhnya Majapahit
Sesudah mencapai puncaknya pada
abad ke-14,
kekuasaan Majapahit berangsur-angsur melemah. Setelah wafatnya Hayam
Wuruk pada tahun 1389, Majapahit memasuki masa kemunduran akibat konflik
perebutan takhta. Pewaris Hayam Wuruk adalah putri mahkota
Kusumawardhani, yang menikahi sepupunya sendiri, pangeran
Wikramawardhana. Hayam Wuruk juga memiliki seorang putra dari selirnya
Wirabhumi yang juga menuntut haknya atas takhta.
[5] Perang saudara yang disebut
Perang Paregreg
diperkirakan terjadi pada tahun 1405-1406, antara Wirabhumi melawan
Wikramawardhana. Perang ini akhirnya dimenangi Wikramawardhana, semetara
Wirabhumi ditangkap dan kemudian dipancung. Tampaknya perang saudara
ini melemahkan kendali Majapahit atas daerah-daerah taklukannya di
seberang.
Pada kurun pemerintahan Wikramawardhana, serangkaian ekspedisi laut
Dinasti Ming yang dipimpin oleh laksamana
Cheng Ho,
seorang jenderal muslim China, tiba di Jawa beberapa kali antara kurun
waktu 1405 sampai 1433. Sejak tahun 1430 ekspedisi Cheng Ho ini telah
menciptakan komunitas muslim China dan Arab di beberapa kota pelabuhan
pantai utara Jawa, seperti di
Semarang,
Demak,
Tuban, dan
Ampel; maka Islam pun mulai memiliki pijakan di pantai utara Jawa.
[22]
Wikramawardhana memerintah hingga tahun 1426, dan diteruskan oleh putrinya, Ratu
Suhita,
yang memerintah pada tahun 1426 sampai 1447. Ia adalah putri kedua
Wikramawardhana dari seorang selir yang juga putri kedua Wirabhumi. Pada
1447, Suhita mangkat dan pemerintahan dilanjutkan oleh
Kertawijaya, adik laki-lakinya. Ia memerintah hingga tahun 1451. Setelah Kertawijaya wafat,
Bhre Pamotan
menjadi raja dengan gelar Rajasawardhana dan memerintah di Kahuripan.
Ia wafat pada tahun 1453 AD. Terjadi jeda waktu tiga tahun tanpa raja
akibat krisis pewarisan takhta.
Girisawardhana,
putra Kertawijaya, naik takhta pada 1456. Ia kemudian wafat pada 1466
dan digantikan oleh Singhawikramawardhana. Pada 1468 pangeran Kertabhumi
memberontak terhadap Singhawikramawardhana dan mengangkat dirinya
sebagai raja Majapahit.
[8].
Ketika Majapahit didirikan, pedagang
Muslim dan para penyebar agama sudah mulai memasuki
Nusantara.
Pada akhir abad ke-14 dan awal abad ke-15, pengaruh Majapahit di
seluruh Nusantara mulai berkurang. Pada saat bersamaan, sebuah kerajaan
perdagangan baru yang berdasarkan
Islam, yaitu
Kesultanan Malaka, mulai muncul di bagian barat Nusantara
[23]. Di bagian barat kemaharajaan yang mulai runtuh ini, Majapahit tak kuasa lagi membendung kebangkitan
Kesultanan Malaka yang pada pertengahan abad ke-15 mulai menguasai
Selat Malaka
dan melebarkan kekuasaannya ke Sumatera. Sementara itu beberapa jajahan
dan daerah taklukan Majapahit di daerah lainnya di Nusantara, satu per
satu mulai melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit.
Singhawikramawardhana memindahkan ibu kota kerajaan lebih jauh ke pedalaman di
Daha (bekas ibu kota
Kerajaan Kediri) dan terus memerintah disana hingga digantikan oleh putranya
Ranawijaya
pada tahun 1474. Pada 1478 Ranawijaya mengalahkan Kertabhumi dan
mempersatukan kembali Majapahit menjadi satu kerajaan. Ranawijaya
memerintah pada kurun waktu 1474 hingga 1519 dengan gelar
Girindrawardhana. Meskipun demikian kekuatan Majapahit telah melemah
akibat konflik dinasti ini dan mulai bangkitnya kekuatan
kerajaan-kerajaan Islam di pantai utara Jawa.
Waktu berakhirnya Kemaharajaan Majapahit berkisar pada kurun waktu
tahun 1478 (tahun 1400 saka, berakhirnya abad dianggap sebagai waktu
lazim pergantian dinasti dan berakhirnya suatu pemerintahan
[24]) hingga tahun 1527.
Dalam tradisi Jawa ada sebuah
kronogram atau
candrasengkala yang berbunyi
sirna ilang kretaning bumi. Sengkala ini konon adalah tahun berakhirnya Majapahit dan harus dibaca sebagai 0041, yaitu tahun 1400
Saka, atau 1478
Masehi.
Arti sengkala ini adalah “sirna hilanglah kemakmuran bumi”. Namun
demikian yang sebenarnya digambarkan oleh candrasengkala tersebut adalah
gugurnya
Bhre Kertabumi, raja ke-11 Majapahit, oleh
Girindrawardhana[25].
Menurut prasasti Jiyu dan Petak, Ranawijaya mengaku bahwa ia telah mengalahkan Kertabhumi
[25] dan memindahkan ibu kota ke Daha (Kediri). Peristiwa ini memicu perang antara Daha dengan
Kesultanan Demak, karena penguasa Demak adalah keturunan Kertabhumi. Peperangan ini dimenangi Demak pada tahun 1527.
[26] Sejumlah besar abdi istana, seniman, pendeta, dan anggota keluarga kerajaan mengungsi ke pulau
Bali.
Pengungsian ini kemungkinan besar untuk menghindari pembalasan dan
hukuman dari Demak akibat selama ini mereka mendukung Ranawijaya melawan
Kertabhumi.
Dengan jatuhnya Daha yang dihancurkan oleh Demak pada tahun 1527,
kekuatan kerajaan Islam pada awal abad ke-16 akhirnya mengalahkan sisa
kerajaan Majapahit
[27].
Demak dibawah pemerintahan Raden (kemudian menjadi Sultan) Patah
(Fatah), diakui sebagai penerus kerajaan Majapahit. Menurut Babad Tanah
Jawi dan tradisi Demak, legitimasi Raden Patah karena ia adalah putra
raja Majapahit Brawijaya V dengan seorang putri China.
Catatan sejarah dari Tiongkok, Portugis (
Tome Pires), dan Italia (
Pigafetta) mengindikasikan bahwa telah terjadi perpindahan kekuasaan Majapahit dari tangan penguasa Hindu ke tangan
Adipati Unus, penguasa dari
Kesultanan Demak, antara tahun 1518 dan 1521 M
[25].
Demak memastikan posisinya sebagai kekuatan regional dan menjadi
kerajaan Islam pertama yang berdiri di tanah Jawa. Saat itu setelah
keruntuhan Majapahit, sisa kerajaan Hindu yang masih bertahan di Jawa
hanya tinggal kerajaan
Blambangan di ujung timur, serta
Kerajaan Sunda yang beribukota di
Pajajaran di bagian barat. Perlahan-lahan Islam mulai menyebar seiring mundurnya masyarakat Hindu ke pegunungan dan ke
Bali. Beberapa kantung masyarakat Hindu
Tengger hingga kini masih bertahan di pegunungan Tengger, kawasan
Bromo dan
Semeru.
Struktur pemerintahan
Majapahit memiliki struktur
pemerintahan dan susunan
birokrasi yang teratur pada masa pemerintahan
Hayam Wuruk, dan tampaknya struktur dan birokrasi tersebut tidak banyak berubah selama perkembangan sejarahnya
[35]. Raja dianggap sebagai penjelmaan
dewa di dunia dan ia memegang otoritas
politik tertinggi.
Aparat birokrasi
Raja dibantu oleh sejumlah
pejabat
birokrasi dalam melaksanakan pemerintahan, dengan para putra dan
kerabat dekat raja memiliki kedudukan tinggi. Perintah raja biasanya
diturunkan kepada pejabat-pejabat di bawahnya, antara lain yaitu:
- Rakryan Mahamantri Katrini, biasanya dijabat putra-putra raja
- Rakryan Mantri ri Pakira-kiran, dewan menteri yang melaksanakan pemerintahan
- Dharmmadhyaksa, para pejabat hukum keagamaan
- Dharmma-upapatti, para pejabat keagamaan
Dalam
Rakryan Mantri ri Pakira-kiran terdapat seorang pejabat yang terpenting yaitu
Rakryan Mapatih atau
Patih Hamangkubhumi.
Pejabat ini dapat dikatakan sebagai perdana menteri yang bersama-sama
raja dapat ikut melaksanakan kebijaksanaan pemerintahan. Selain itu,
terdapat pula semacam dewan pertimbangan kerajaan yang anggotanya para
sanak saudara raja, yang disebut
Bhattara Saptaprabhu.
Pembagian wilayah
Dalam pembentukannya, kerajaan Majapahit merupakan kelanjutan
Singhasari[14], terdiri atas beberapa kawasan tertentu di bagian timur dan bagian tengah Jawa. Daerah ini diperintah oleh
uparaja yang disebut
Paduka Bhattara yang bergelar
Bhre atau "
Bhatara i".
Gelar ini adalah gelar tertinggi bangsawan kerajaan. Biasanya posisi
ini hanyalah untuk kerabat dekat raja. Tugas mereka adalah untuk
mengelola kerajaan mereka, memungut pajak, dan mengirimkan upeti ke
pusat, dan mengelola pertahanan di perbatasan daerah yang mereka pimpin.
Selama masa pemerintahan
Hayam Wuruk
(1350 s.d. 1389) ada 12 wilayah di Majapahit, yang dikelola oleh
kerabat dekat raja. Hierarki dalam pengklasifikasian wilayah di kerajaan
Majapahit dikenal sebagai berikut:
- Bhumi: kerajaan, diperintah oleh Raja
- Nagara: diperintah oleh rajya (gubernur), atau natha (tuan), atau bhre (pangeran atau bangsawan)
- Watek: dikelola oleh wiyasa,
- Kuwu: dikelola oleh lurah,
- Wanua: dikelola oleh thani,
- Kabuyutan: dusun kecil atau tempat sakral.
Raja-raja Majapahit
Silsilah wangsa Rajasa, keluarga penguasa
Singhasari dan Majapahit. Penguasa ditandai dalam gambar ini.
[39]
Para penguasa Majapahit adalah penerus dari keluarga kerajaan Singhasari, yang dirintis oleh
Sri Ranggah Rajasa, pendiri
Wangsa Rajasa
pada akhir abad ke-13. Berikut adalah daftar penguasa Majapahit.
Perhatikan bahwa terdapat periode kekosongan antara pemerintahan
Rajasawardhana (penguasa ke-8) dan Girishawardhana yang mungkin
diakibatkan oleh krisis suksesi yang memecahkan keluarga kerajaan
Majapahit menjadi dua kelompok
[8].